Jumat, 12 November 2010

Kerajinan Brebes

Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dikenal sebagai sentra kerajinan keramik hias. Keramik hias Desa Malahayu bahkan diminati para kolektor dari luar daerah karena bentuknya yang artistik menyerupai keramik Cina.
Inilah salah satu tempat produksi keramik hias di Desa Malahayu. Ditempat ini dapat dijumpai berbagai bentuk keramik hias dengan motif dan ukuran beragam. Misalnya bentuk pot bunga hingga guci hias khas Cina dari ukuran kecil hingga ukuran besar setinggi orang dewasa.
Pada awalnya para perajin keramik di Desa Malahayu hanyalah perajin gerabah atau produk rumah tangga dari tanah liat seperti tempayan, kuali dan kendi. Seiring perkembangan jaman, para perajin terus mengembangkan diri hingga akhirnya memproduksi keramik.
Dari sisi bentuk dan motif, produk keramik hias Desa Malahayu tidak kalah dengan keramik Cina. Bentuknya yang artistik dengan corak motif beragam menjadikan keramik hias produksi Desa Malahayu diminati para kolektor dari luar daerah seperti Jakarta, Bandung dan Medan.
Kerajinan keramik hias Desa Malahayu selain dipasarkan di kota-kota besar di Jawa, juga dipasarkan keluar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Sedangkan untuk menembus pasaran luar negeri, para pengrajin mengaku tidak memiliki modal yang cukup.
Bahan baku pembuatan keramik ini menggunakan tanah liat dicampur kaulin. Proses pembuatannya, tanah liat dilarutkan kedalam air lalu disaring untuk menghasilkan tanah yang lembut dan halus. Tanah liat kemudian dicampur kaulin dan dimasukkan ke mesin penggiling hingga halus.
Campuran tanah liat dan kaulin yang telah dihaluskan ini kemudian dibuat keramik sesuai bentuk yang diinginkan dan dijemur. Proses selanjutnya, keramik polos yang telah dikering diberi cat dasar digambari motif lalu dilapisi glasir agar mengkilat.
Proses selanjutnya, keramik setengah jadi ini dimasak dalam oven raksasa sampai benar-benar matang. Harga produk keramik hias Desa Malahayu berwareasi dari harga asbak paling murah sebesar 5000 rupiah hingga harga guci yang mencapai 500 ribu rupiah perbuah.

Baturaden

erbentang di sebelah selatan kaki Gunung Slamet pada ketinggian sekitar 640 m di atas permukaan laut. Baturraden terletak hanya 14 km dari Kota Purwokerto yang dihubungkan dengan jalan yang memadai. Di tempat wisata ini Anda dapat menikmati pemandangan indah & udara pegunungan yang segar dengan suhu 18′ Celcius – 25′ Celcius. Sedangkan Gunung Slamet dengan ketinggian 3.428 m, merupakan gunung berapi terbesar dan gunung tertinggi ke-2 di Jawa. Jika cuacanya bagus, Kota Purwokerto dapat terlihat dari Baturraden, begitu juga dengan Cilacap dan Nusa Kambangan. Ketika kita melihat gunung Slamet, kita dapat melihat lereng gunung Slamet yang ditutupi oleh hutan Heterogen. Taman Rekreasi di Baturraden menyajikan alam pegunungan & lembah sunyi yang dihiasi air terjun serta sumber air panas Belerang “Pancuran-3″. Di tempat ini juga dapat dinikmati berbagai mainan anak, menara pandang, Taman Botani, Kolam Renang. Tempat pemandian air panas, Kintamani, kolam luncur, sepeda air, kereta gantung, & kebun binatang Widya Mandala.

telaga Ranjeng

 
Telaga Ranjeng yang berJarak tempuh +/- 10 km kearah pabrik Teh Kaligua, sebuah hutan lindung dengan telaga alam yang dipenuhi oleh ribuan ikan lele.
Telaga Ranjeng, berlokasi di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Telaga Ranjeng merupakan objek wisata air potensial di kabupaten Brebes.
Telaga Ranjeng yang dibangun tahun 1924, berada di bawah kaki Gunung Slamet dan merupakan bagian dari kawasan cagar alam milik Perhutani Pekalongan Timur. Cagar alam tersebut memiliki luas empat puluh delapan setengah hektar terdiri dari hutan damar dan pinus yang mengelilingi telaga, yang sebelumnya merupakan tempat mandi para tokoh kerajaan di Jawa.
Daya tarik dari Telaga Ranjeng adalah udara pegunungan yang sejuk, hutan lindung, cagar alam, serta terdapat beribu-ribu ikan lele yang jinak dan dianggap keramat, yang dianggap sebagai penghuni telaga.
Konon ikan lele penunggu Telaga Ranjeng yang memiliki kedalaman tiga meter, hanya bisa diajak bermain -main dan tidak diperkenankan untuk diambil meski hanya satu ekor.
Penunggu telaga menceritakan pernah ada seorang wisatawan yang mencoba mengambilnya namun sampai di rumah orang tersebut kemudian sakit-sakitan baru sembuh setelah mengembalikan ikan lele ke Telaga Ranjeng.
Benar atau tidaknya cerita tersebut, yang jelas Telaga Ranjeng merupakan aset wisata yang memiliki daya tarik tersendiri sehingga dibutuhkan peran serta masyarakat sekitar dan pemerintah untuk mengembangkan tempat tersebut
Wisata Indonesia Surga Dunia


Cipanas dan Tirta Husada

Cipanas dan Tirta Husada adalah Tempat pemandian air panas untuk terapi penyakit diantaranya penyakit pegal-pegal, rheumatik, dan juga sebagai tempat rekreasi yang cukup nyaman apalagi waktu musim liburan datang, terletak di desa Kedungoleng Kecamatan Paguyangan.

Air Panas Cipanas Buarana
* Lokasi : Desa Pangebatan kecamatan Bantarkawung.
* Jarak Tempuh : Dari Ibu Kota Kabupaten 70 Km dan dari Kota Bumiayu 6 Km
* Luas Kawasan : 1 Ha
* Di Bangun : Tahun 1976
* DayaTarik Wisata : Pemandangan alam pegunungan hutan pinus , Air panas yang dapat menyembuhkan penyakit kulit , rematik dan lain lain.
* Fasilitas : Kamar mandi, penginapan ekonomi dan utama, kolam renang anak dan mushola, warung makan dan tempat parkir.

Pemandian Air Panas Tirta Husada Kedungoleng.
* Lokasi : Desa Kedungoleng
* Jarak Tempuh : Dari Ibukota Kabupaten 75Km, Ibukota Kecamatan 6 Km, Dari Kota Bumiayu 12 Km.
* Daya Tarik Wisata : Pemandangan Alam Pegunungan Hutan pinus , mandi air panas yang dapat menyembuhkan penyakit kulit, rematik dan lain lain.
* Fasilitas : Kamar Mandi, tempat bermain anak anak, gasebo, tempat parkir, dan warung makan.
Wisata Indonesia Surga Dunia


Poci

Poci atau teko adalah suatu wadah yang digunakan untuk menjerang daun teh atau campuran herbal dengan air yang hampir mendidih. Teh dapat ditempatkan dalam kantung teh celup atau dibiarkan tersebar. Jika dibiarkan tersebar, diperlukan saringan teh untuk menangkap daun-daun teh di dalam poci sewaktu akan menuang. Poci biasanya memiliki tutup di bagian atasnya untuk tempat memasukkan teh dan air, gagang untung memegangnya, serta cerat untuk menyajikan teh tersebut. Beberapa jenis poci memiliki penyaring terpasang pada bagian ujung sebelah dalam dari cerat tersebut. Kadang dibuat suatu lubang kecil di tutup poci sebagai tempat pembuangan kelebihan udara di dalam poci untuk mencegah percikan sewaktu teh dituangkan.

Kisah dari Negeri Bebek

Suara ”kwek-kwek-kwek” ratusan bebek terdengar berirama di kandang milik pasangan Rawud (45) dan Suranti (38), seperti tak sabar menunggu jatah makan. Rawud masih memilah-milah ikan rucah untuk digiling, sedangkan Suranti asyik merajang kangkung. Ditambah campuran nasi aking dan bekatul, lengkap sudah adonan untuk pakan bebek-bebek mereka. Susi Ivvaty dan Siwi Nurbiajanti

Kandang milik Rawud dan Suranti berisi 500 ekor bebek berumur di atas enam bulan yang siap bertelur. ”Yang 800 ekor sedang barah,” ujar Rawud, yang juga anggota Kelompok Tani Ternak Maju Jaya, warga Desa Limbangan, Brebes, Jawa Tengah.

Barah atau boro maksudnya adalah mengembara atau merantau untuk mencari makanan langsung dari alam. Bebek yang dibarahkan umumnya berusia satu hingga lima bulan. Setelah beberapa bulan barah, bebek pun dikandangkan. Cara ini dipandang lebih aman, terutama menjaga agar telur tidak dicuri.

Areal persawahan yang terbentang antara Indramayu (Jawa Barat) dan Pemalang (Jawa Tengah) menjadi lokasi kembara yang ideal. Para penggembala memanfaatkan waktu pascapanen padi untuk barah agar rerontokan gabah sisa panen dan bisa disantap bebek secara gratis. Bebek juga bisa mendapat tambahan vitamin dari cacing atau serangga sehingga jenis pakan lebih variatif.

Jika bebek dibarahkan, tutur peternak lain, Tasori (36), biaya pakan untuk 400 ekor bebeknya bisa ditekan hingga Rp 240.000 per hari. Untuk mengamankan bebek pada malam hari atau jika turun hujan, Tasori membangun kandang bertudung terpal di pinggir sawah.

Bulan April menjadi saat menggembirakan buat para peternak bebek karena panen padi belum lama berlalu. Harga pakan untuk bebek kandang pun sedang murah. ”Biasanya harga murah bertahan hingga Juni. Setelah itu, harga bekatul akan naik dari Rp 600 menjadi Rp 900 per kilogram. Ikan mulai susah dicari,” kata Darmono (51), peternak yang memiliki 4.000 bebek di Desa Pakijangan, Bulukamba, Brebes.

Tradisi barah
Saat ini hanya 10 persen dari populasi bebek di Brebes, sejumlah 877.000 ekor, yang benar-benar digembalakan. Artinya, peternak membiarkan telur-telur bergelindingan di sawah. ”Berarti hanya 90-an peternak dari total 900 orang,” kata Kepala Seksi Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Kabupaten Brebes Jhoni Murahman.

Padahal, dulu, menggembalakan bebek adalah bagian dari tradisi. Para peternak biasa mengembara dari Brebes hingga Rengasdengklok, Cikarang, bahkan Sumedang. Bebek-bebek diangkut dengan truk sampai di suatu persawahan saat pascapanen. Setelah sebulan atau lebih berkeliaran di sekitar daerah itu, bebek dipindahkan ke daerah lain. Begitu seterusnya, dan bisa sampai berbulan-bulan.

Soal bebek barah, Kasub Effendi (91), tokoh Desa Pakijangan, punya cerita menarik. Ia adalah generasi ketiga di keluarganya yang meneruskan usaha beternak bebek. Meski pendengarannya jauh berkurang, Kasub dengan lancar mengisahkan bagaimana ia menggiring ribuan bebeknya dari Brebes hingga Banten.

Dulu, jamak terjadi para peternak dirampok oleh begal atau garong saat sedang barah. Itulah mengapa hampir semua peternak piawai ilmu bela dirinya. Kasub muda dikenal sebagai jawara, peternak, dan petani kaya raya yang memiliki sawah 37 bau. Satu bau setara dengan 7.800 meter persegi.

”Pernah saat tidur di sawah menjaga bebek, ada orang mau merampok. Ternyata mereka itu teman-temanku sewaktu sama- sama dipenjara. Akhirnya, bebek-bebek saya malah dijaga sama bajingan-bajingan itu, ha-ha-ha,” ungkap Kasub. Sobari, ayah Kasub, dikenal sebagai peternak sekaligus jawara yang ulet. Ia bahkan berjalan kaki menggiring bebek-bebeknya hingga Indramayu. Ilmu bela dirinya sudah sangat mumpuni.

Pengalaman barah hingga ke berbagai kota di Jawa Barat sampai delapan bulan juga dialami Yanto (47), warga Pakijangan. ”Kasarnya, semua tempat di Jawa Barat sudah saya jajahi. Saya pernah dirampok beberapa kali,” kata peternak yang terpaksa putus sekolah karena diajak barah oleh ayahnya.

Sumber penghidupan
Bagi 900 peternak di Brebes, bebek adalah gantungan hidup. “Daripada jadi kuli,” kata Rawud, yang memulai usaha ternak bebek sejak sepuluh tahun lalu. Keduanya cukup senang bisa menyekolahkan tiga anaknya hingga tamat SMP. ”Rumah ya cukup besar. Sepeda motor ada dua. Amin kalau bisa beli mobil,” kata Suranti.

Penghasilan pasangan ini bisa dihitung seperti ini: 500 ekor bebek menghasilkan 300 butir telur sehari. Rawud dan Suranti menjualnya kepada pedagang Rp 1.025 per butir. Untuk pakan, dibutuhkan Rp 180.000 sehari. Berarti, keduanya bisa mengantongi Rp 127.500 per hari. Tambahan penghasilan akan didapat jika 800 ekor bebek yang masih digembalakan sudah siap bertelur.

Jumlah telur yang diperoleh per hari umumnya berkisar 50-80 persen dari jumlah bebek. Namun, kalau sedang naas lantaran sebagian bebek ngambek tak mau bertelur (misalnya kaget mendengar bunyi mercon), telur hanya bisa dihasilkan 40 persennya. Kalau dari 1.000 bebek, jumlah telur hanya 400 butir, misalnya.

Pasangan Kisnarto (36) dan Rumiah (29), anggota Adem Ayem, juga memiliki 500 bebek siap bertelur dan 1.000 bebek yang sedang dibarah. Karena dijual lewat koperasi, Kisnarto bisa menjual telur seharga Rp 1.100 per butir.

Berbeda dengan Rawud dan Kisnarto, Darmono (51) dan Taufik Samsudin (35) memilih tidak memelihara bebek barah. Keduanya langsung membeli bebek yang siap bertelur seharga Rp 35.000-Rp 45.000 per ekor. Sebulan setelah dibeli, bebek biasanya sudah bisa bertelur.

”Bebek barah memang enggak dipikirkan pakannya, tapi saya harus membayar orang untuk menggembalakan,” kata Darmono, yang bercita-cita bisa memiliki 20.000 ekor bebek. Hal yang sama dikatakan Taufik. ”Kalau beli meri (anak bebek), saya harus nunggu lama sampai bertelur,” kata Taufik yang juga Sekretaris Kelompok Tani Ternak Maju Jaya.

Yang pasti, dengan usaha ternak bebek, Darmono bisa menyekolahkan dua anaknya hingga lulus di Universitas Mercu Buana, Jakarta. ”Meskipun yang seorang malah pulang ikut ngurus bebek,” katanya tertawa.
 
Waduk Penjalin memiliki luas 1,25 km2 dan isi 9,5 juta m3, terletak di tengah-tengah Desa Winduaji , 2,4 km arah selatan ibu kota Kecamatan Paguyangan . Dari ibu kota kecamatan ke arah selatan jurusan Purwokerto , kemudian sampai Desa Winduaji belok kanan ke lokasi waduk. Dari kota Paguyangan jaraknya 6 km, dari kota Bumiayu 12 km. Sedangkan dari Purwokerto 30 km. Waduk Penjalin terletak perbatasan Kab Banyumas dan Kab. Brebes.
Waduk ini dibangun tahun 1930 oleh pemerintah kolonial Belanda bersamaan dengan Waduk Malahayu. Air waduk ini dipersiapkan untuk menyuplai irigasi Sungai Pemali bawah dan areal persawahan. Penjalin dalam Bahasa Jawa berati rotan.
Di bagian muka waduk ini terdapat tanggul dengan ketinggian 16 m, lebar 4 m, dan panjang 850 m. Keliling waduk dikitari pedukuhan Mungguhan, Keser Kulon, Kali Garung, Kedung Agung, Soka, Karangsempu, Pecikalan, dan Karangnangka. Sedangkan di sebelah timur yang merupakan tanggul dan pintu gerbang waduk adalah dukuh Keser Tengah.
Warga sekitar memanfaatkan kekayaan alam sekitar waduk sebagai tempat mencari nafkah, antara lain mencari ikan, memelihara keramba apung, dan pada saat Lebaran warga menyewakan perahu untuk rekreasi air keliling waduk. Sekarang, waduk itu banyak dimanfaatkan warga kota untuk berlibur dan bersantai seperti pengunjung dari Purwokerto, Cilacap, dan Purbalingga.

Pada setiap Idul Fitri diselenggarakan Pekan Wisata Idul Fitri dengan acara lomba menangkap itik, pentas dangdut dan permainan ketangkasan anak.
Wisata Indonesia Surga Dunia

Wisata Kaligua

Kebun Teh Kaligua yang mempunyai Jarak tempuh +/- 10 km kearah timur dari kecamatan Paguyangan kabupaten brebes, Pesona kebun Teh dan pemandangan alam yang indah,serta terdapat sebuah Gua,orang memberi nama Gua Jepang yang bersejarah, sebuah paket wisata pegunungan yang mengasyikkan.
Wisata Indonesia Surga Dunia


wisat malahayu

WADUK MALAHAYU
Obyek Wisata yang terletak + 30 km dari kota Tanjung/Jalan raya Brebes-Cirebon, tepatnya di desa Malahayu kecamatan Banjarharjo sebuah tempat wisata waduk yang menawarkan kesejukan, suasana yang nyaman dan keindahan alam yang nyaman dan keindahan alam yang mempesona dilengkapi perahu (sampan), kolam renang anak dan becak air. Selain itu juga dapat diperoleh kerajinan tangan khas daerah tersebut yaitu keramik Malahayu, tape ketan daun jambu dan pisang khas Banjarharjo.
PEMANDIAN AIR PANAS
Terletak 10 km sebelah barat kota Bumiayu, tepatya di desa Buaran, Kecamatan Bantarkawung, merupakan tempat pemandian air panas yang mengandung belerang, dilengkapi tempat penginapan yang mudah, kolam renang dan mainan anak-anak serta karaoke.
TIRTA HUSADA
Temat pemandian air panas terapi untuk penyakit pegal-pegal, rheumatik, dan juga sebagai tempat rekreasi yang cukup nyaman, terletak di desa Kedungoleng Kecamatan Paguyangan.
PANTAI RANDUSANGA
Berjarak 12 km kearah utara kota Brebes, dengan panorama pantai yang indah dan kini dikelola oleh perusda milik Pemerintah Kabupaten Brebes, dengan fasilitas mainan anak-anak, sarana olahraga, mandi laut, arena balap motor/gras track, camping ground dan makanan khas ikan laut. Cocok untuk rekreasi pantai dan tersedia oleh-oleh khas Brebes seperti Telor Asin, Bawang Merah dan lain-lain.
TELAGA RANJENG
Jarak tempuh +/- 10 km kearah pabrik Teh Kaligua, sebuah hutan lindung dengan telaga alam yang dipenuhi oleh ribuan ikan lele.
KEBUN TEH KALIGUA
Jarak tempuh +/- 10 km kearah timur dari kecamatan Paguyangan, Pesona kebun Teh dan pemandangan alam yang indah, Gua Jepang yang bersejarah, sebuah paket wisata pegunungan yang mengasyikkan.


Sebagai warga Brebes saya merasa tidak nasionalis ketika beberapa hari lalu diajak jalan-jalan ke pantai Randu Sanga oleh keluarga, karena terus terang --saya setua ini- tak pernah tahu kalau di Brebes yang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah memiliki obyek wisata pantai. Banyak obyek wisata dari Jawa Timur sampai Jawa Barat saya pernah datangi tapi yang di pelataran rumah sendiri justru nggak tahu. Kalau pun tahu ada daerah wisata pantai, di Tegal yang merupakan tetangga kabupaten.
Tentu saja Pantai Randu Sanga ini -biasa disebut Parin- bukan obyek wisata berkelas nasional apalagi internasional, namun masyarakat sekitar sepertinya sangat apresiatif. Beberapa kali saya mendengar ibu-ibu ramai membicarakan pengalamannya jalan-jalan ke Parin. Dan memang cukup ramai suasananya ketika saya dan keluarga berkunjung ke sana. Dari orang tua sampai anak-anak menikmati beningnya air pantai.
Pantai yang jaraknya kira-kira tiga kilometer dari pusat kota kabupaten ini setahu saya hanya bisa ditempuh dengan kendaraan pribadi. Melewati perkebunan bawang, peternakan bebek dan tambak tentu saja mampu menghadirkan aneka sensasi.
Sesuatu yang sangat disayangkan adalah kondisi lingkungan pantai yang tidak terawat. Tidak ada pohon-pohon dan terbengkalainya beberapa fasilitas yang bisa dimanfaatkan oleh pengunjung, seperti: WC umum, Musholla, tempat bermain anak-anak. Sampah berserakan dengan tanpa petugas kebersihan yang tampak. Dengan tarif Rp 2.000,- yang kesannya murah tapi seperti mengada-ada.
Tentu saja sebagai orang yang lahir dan besar di Brebes, ingin lain waktu berkunjung lagi ke sana dan tentu dengan harapan kondisi pantai lebih menarik layaknya obyek pariwisata.

lagu daerah jateng

Gambang Suling – Provinsi Jawa Tengah ::: Lirik Lagu Daerah Musik Nasional Tradisional Indonesia

Karangan / Ciptaan : Ki Narto Sabdo
Gambang suling ngumandang swarane
Tulat tulit kepenak unine
Unine mung nrenyuh ake
Barengan lan kentrung ketipung suling
Sigrak kendangane

LIR ILIR
Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo

KERIS

Sebelum membahas masalah keris dan budayanya, sebaiknya ditentukan dahulu batasan-batasan mengenai apa yang disebut keris. Hal ini perlu karena dalam masyarakat sering dijumpai pengertian yang keliru dan kerancuan mengenai apa yang disebut keris.Saya berpendapat, sebuah benda dapat digolongkan sebagai keris bilamana benda itu memenuhi kriteria berikut:
1. Keris harus terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian bilah keris (termasuk pesi) dan bagian ganja. Bagian bilah dan pesi melambangkan ujud lingga, sedangkan bagian ganja melambangkan ujud yoni. Dalam falsafah Jawa, yang bisa dikatakan sama dengan falsafah Hindu, persatuan antara lingga dan yoni merupakan perlambang akan harapan atas kesuburan, keabadian (kelestarian), dan kekuatan.
2. Bilah keris harus selalu membuat sudut tertentu terhadap ganja. Bukan tegak lurus. Kedudukan bilah keris yang miring atau condong, ini adalah perlambang dari sifat orang Jawa, dan juga suku bangsa Indonesia lainnya, bahwa seseorang, apa pun pangkat dan kedudukannya, harus senantiasa tunduk dan hormat bukan saja pada Sang Pencipta, juga pada sesamanya. Ilmu padi, kata pepatah, makin berilmu seseorang, makin tunduklah orang itu.
3. Ukuran panjang bilah keris yang lazim adalah antara 33 – 38 cm. Beberapa keris luar Jawa bisa mencapai 58 cm, bahkan keris buatan Filipina Selatan, panjangnya ada yang mencapai 64 cm. Yang terpendek adalah keris Buda dan keris buatan Nyi Sombro Pajajaran, yakni hanya sekitar 16 – 18 cm saja.
Tetapi keris yang dibuat orang amat kecil dan pendek, misalnya hanya 12 cm, atau bahkan ada yang lebih kecil dari ukuran fullpen, tidak dapat digolongkan sebagai keris, melainkan semacam jimat berbentuk keris-kerisan.
4. Keris yang baik harus dibuat dan ditempa dari tiga macam logam,- minimal dua, yakni besi, baja dan bahan pamor. Pada keris-keris tua, semisal keris Buda, tidak menggunakan baja.

Tempat Pariwisata Guci

Semua orang tegal pasti tahu Guci.Sebuah Obyek Wisata Di Kaki Gunung Slamet.Sebuah Objek Wisata Berupa Pemandian Air Panas yang sangat terkenal di Tegal.
Di Guci ada sekitar 10 air terjun yang terdapat di daerah Guci. Di bagian atas pemandian umum pancuran 13, agak jauh sekitar satu kilometer, terdapat air terjun dengan air dingin bernama Air Terjun Jedor. Dinamai begitu karena dulu tempat di sekitar air terjun setinggi 15 meter itu adalah milik seorang Lurah yang bernama Lurah Jedor. Sambil jalan-jalan menikmati pemandangan pepohonan pinus, Anda dapat merasakan kesejukan daerah ini.
Kalau Anda capai dan merasa tidak berminat untuk jalan-jalan, Anda dapat menyewa kuda untuk berkeliling dan melihat air terjun. Cukup dengan uang Rp 15.000 Anda dapat menikmati pemandangan tanpa merasa lelah dan sekaligus bisa belajar menunggang kuda.
Objek wisata ini biasanya ramai dikunjungi pada malam Jumat Kliwon. Banyak orang yang ngalap berkah. Konon, kalau mandi pada jam dua belas malam dengan memohon sesuatu, permohonan apapun akan dikabulkan. Kepercayaan ini sudah turun-temurun.
Bila Anda ingin merasa puas berkeliling di area wisata seluas sekitar 210 hektar ini, Anda dapat menginap di daerah ini selama beberapa hari. Ada banyak penginapan di sini, dari kelas melati sampai berbintang. Dan jangan lupa untuk membawa oleh-oleh kalau pulang. Di sini Anda membeli sayuran segar dengan harga murah seperti wortel, kol, slada air, tomat, sawi, buah pisang dan alpukat. Atau makanan kecil khasnya; sate manisan ceremai.
Cobalah, dan Anda akan merasakan kesegaran dan keindahan berlibur. Objek wisata ini terletak di kaki Gunung Slamet bagian utara dengan ketinggian kurang lebih 1.050 meter dari kota Slawi sekitar 30 km atau dari kota Tegal berjarak tempuh sekitar 40 km ke arah selatan. Di tempat wisata ini telah tersedia berbagai macam fasilitas seperti penginapan, wisata hutan (wana wisata), kolam renang air panas, lapangan tennis, lapangan sepak bola, dan bumi perkemahan.
Guci mudah dijangkau. Dari Slawi Anda bisa naik mini bus jurusan Bumi Jawa dengan ongkos Rp 5.000. Setelah sekitar tiga puluh menit, Anda berhenti di Desa Tuwel. Di situ banyak kendaraan bak terbuka menunggu penumpang menuju Guci. Anda cukup membayar kendaraan itu dengan Rp 5.000 saja. Tigapuluh menit Anda akan sampai tempat wisata yang sungguh menarik ini.

PAKAIAN ADAT BREBES

Kirab dengan Pakaian Jawa Khas Brebes

  • Peringatan Hari Jadi Ke-325
BREBES – Peringatan Hari Jadi Ke-325 Kabupaten Brebes, 18 Januari 2003, lain dari yang lain. Bupati Indra Kusuma BcKn, Wakil Bupati H Achmad Faris Sulchaq SH SpN, Ketua DPRD Sarei Abdul Rosyid SIP, beserta muspida, jajaran pejabat dan anggota Dewan-semua bersama istri, mengikuti kirab mengelilingi kota Brebes.
Prosesi kirab menarik warga sekitar, karena semua pejabat memakai pakaian adat Jawa khas Brebes. Yakni mengenakan kain, baju Jawa warna hitam, blangkon, selop, lengkap dengan keris di pinggang. Pakaian khas tersebut, bahkan dikenakan semua panitia.
Kirab diawali dari Gedung DPRD Jl Gajah Mada, lalu menyusuri Jl Sudirman-Jl P Diponegoro, dan berakhir di pendapa kabupaten. Peserta kirab naik dokar dan becak hias. Kusir ataupun abang becak berseragam kaus, dan celana pendek komprang ala pesilat.
Rombongan Bupati dan Wakil Bupati naik dokar pada urutan pertama, disusul rombongan muspida, pejabat dan di belakang panitia. Warga sekitar banyak yang mengelu-elukan prosesi kirab yang melewati jalan protokol itu. Lalu lintas kendaraan ke arah Jakarta, sempat terhambat beberapa jam, karena menunggu kirab selesai.
Seusai kirab, Bupati dan Ketua Dewan serta seluruh pejabat mengikuti sidang paripurna DPRD dengan agenda tunggal peringatan hari kadi ke-325. Sidang istimewa ini berlangsung di pendapa kabupaten, dihadiri bupati/wali kota tetangga, mantan bupati H Syamsuddin Sagiman, mantan ketua DPRD, ulama, dan tokoh masyarakat setempat.
Tetap Optimistis
Bupati Indra Kusuma mengatakan, momentum peringatan hari jadi ini hendaknya memberikan keyakinan kepada kita semua untuk tetap optimistis dalam melanjutkan pembangunan berbagai bidang yang telah dicapai. Selain sebagai bahan renungan untuk mengkaji berbagai kekurangan, agar pada masa depan bisa diperbaiki.
Menurut Bupati, agar berbagai harapan dapat menjadi kenyataan, perlu ada kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh komponen masyarakat. ”Janganlah di antara kita gontok-gontokan, jegal-menjegal yang mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan sendiri. Mari kita wujudkan apa yang pernah disampaikan Presiden Megawati Soekarnoputri bahwa tahun 2003 sebagai tahun perdamaian tanpa kekerasan,” paparnya.
Pada bagian lain Ketua DPRD Sarei Abdul Rosyid SIP mengajak seluruh komponen bercermin diri atas perjalanan satu tahun Kabupaten Brebes. Kita melihat ada beberapa prestasi dan kemajuan yang telah dicapai bersama-sama. ”Kemajuan dan prestasi itu hendaknya jangan menjadikan kita lupa diri. Namun, kita jadikan sebagai pijakan lebih kuat guna meraih prestasi lebih baik lagi pada masa mendatang.”
Disebutkan, isu pembangunan jalan lingkar utara-selatan diharapkan menjadi salah satu prioritas pemerintah kabupaten untuk mewujudkannya. Masyarakat juga perlu merespons secara positif, sehingga apa yang menjadi dambaan itu tidak mengalami hambatan berarti. (wh-20k)
images2



SENI TARI JAWA TENGAH Tari sering disebut juga ”beksa”, kata “beksa” berarti “ambeg” dan “esa”, kata tersebut mempunyai maksud dan pengertian bahwa orang yang akan menari haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan pengungkapan wujud gerak yang luluh. Seni tari adalah ungkapan yang disalurkan / diekspresikan melalui gerak-gerak organ tubuh yang ritmis, indah mengandung kesusilaan dan selaras dengan gending sebagai iringannya. Seni tari yang merupakan bagian budaya bangsa sebenarnya sudah ada sejak jaman primitif, Hindu sampai masuknya agama Islam dan kemudian berkembang. Bahkan tari tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan upacara adat sebagai sarana persembahan. Tari mengalami kejayaan yang berangkat dari kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit khususnya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Surakarta merupakan pusat seni tari. Sumber utamanya terdapat di Keraton Surakarta dan di Pura Mangkunegaran. Dari kedua tempat inilah kemudian meluas ke daerah Surakarta seluruhnya dan akhirnya meluas lagi hingga meliputi daerah Jawa Tengah, terus sampai jauh di luar Jawa Tengah. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu sudah ada sejak berdirinya Kraton Surakarta dan telah mempunyai ahli-ahli yang dapat dipertanggungjawabkan. Tokoh-tokoh tersebut umumnya masih keluarga Sri Susuhunan atau kerabat kraton yang berkedudukan. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu kemudian terkenal dengan Tari Gaya Surakarta. Macam-macam tariannya : Srimpi, Bedaya, Gambyong, Wireng, Prawirayuda, Wayang-Purwa Mahabarata-Ramayana. Yang khusus di Mangkunegaran disebut Tari Langendriyan, yang mengambil ceritera Damarwulan. Dalam perkembangannya timbullah tari kreasi baru yang mendapat tempat dalam dunia tari gaya Surakarta. Selain tari yang bertaraf kraton (Hofdans), yang termasuk seni tari bermutu tinggi, di daerah Jawa Tengah terdapat pula bermacam-macam tari daerah setempat. Tari semacam itu termasuk jenis kesenian tradisional, seperti : — Dadung Ngawuk, Kuda Kepang, Incling, Dolalak, Tayuban, Jelantur, Ebeg, Ketek Ogleng, Barongan, Sintren, Lengger, dll. Pedoman tari tradisional itu sebagian besar mengutamakan gerak yang ritmis dan tempo yang tetap sehingga ketentuan-ketentuan geraknya tidaklah begitu ditentukan sekali. Jadi lebih bebas, lebih perseorangan. Dalam seni tari dapat dibedakan menjadi klasik, tradisional dan garapan baru. Beberapa jenis tari yang ada antara lain : 1. Tari Klasik — Tari Bedhaya : Budaya Islam ikut mempengaruhi bentuk-bentuk tari yang berangkat pada jaman Majapahit. Seperti tari Bedhaya 7 penari berubah menjadi 9 penari disesuaikan dengan jumlah Wali Sanga. Ide Sunan Kalijaga tentang Bedhaya dengan 9 penari ini akhirnya sampai pada Mataram Islam, tepatnya sejak perjanjian Giyanti pada tahun 1755 oleh Pangeran Purbaya, Tumenggung Alap-alap dan Ki Panjang Mas, maka disusunlah Bedhaya dengan penari berjumlah 9 orang. Hal ini kemudian dibawa ke Kraton Kasunanan Surakarta. Oleh Sunan Pakubuwono I dinamakan Bedhaya Ketawang, termasuk jenis Bedhaya Suci dan Sakral, dengan nama peranan sebagai berikut : a. Endhel Pojok b. Batak c. Gulu d. Dhada e. Buncit f. Endhel Apit Ngajeng g. Endhel Apit Wuri h. Endhel Weton Ngajeng i. Endhel Weton Wuri Berbagai jenis tari Bedhaya yang belum mengalami perubahan : — Bedhaya Ketawang lama tarian 130 menit — Bedhaya Pangkur lama tarian 60 menit — Bedhaya Duradasih lama tarian 60 menit — Bedhaya Mangunkarya lama tarian 60 menit — Bedhaya Sinom lama tarian 60 menit — Bedhaya Endhol-endhol lama tarian 60 menit — Bedhaya Gandrungmanis lama tarian 60 menit — Bedhaya Kabor lama tarian 60 menit — Bedhaya Tejanata lama tarian 60 menit Pada umumnya berbagai jenis Bedhaya tersebut berfungsi menjamu tamu raja dan menghormat serta menyambut Nyi Roro Kidul, khususnya Bedhaya Ketawang yang jarang disajikan di luar Kraton, juga sering disajikan pada upacara keperluan jahat di lingkungan Istana. Di samping itu ada juga Bedhaya-bedhaya yang mempunyai tema kepahlawanan dan bersifat monumental. Melihat lamanya penyajian tari Bedhaya (juga Srimpi) maka untuk konsumsi masa kini perlu adanya inovasi secara matang, dengan tidak mengurangi ciri dan bobotnya. Contoh Bedhaya garapan baru : — Bedhaya La la lama tarian 15 menit — Bedhaya To lu lama tarian 12 menit — Bedhaya Alok lama tarian 15 menit dll. — Tari Srimpi Tari Srimpi yang ada sejak Prabu Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian pula. Tarian yang ditarikan 4 putri itu masing-masing mendapat sebutan : air, api, angin dan bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena lamanya penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi. Contoh Srimpi hasil garapan baru : Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit dll. Beberapa contoh tari klasik yang tumbuh dari Bedhaya dan Srimpi : a. Beksan Gambyong : berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong. Selain sebagai hiburan, tari ini sering juga ditarikan untuk menyambut tamu dalam upacara peringatan hari besar dan perkawinan. Adapun ciri-ciri Tari ini : — Jumlah penari seorang putri atau lebih — Memakai jarit wiron — Tanpa baju melainkan memakai kemben atau bangkin — Tanpa jamang melainkan memakai sanggul/gelung — Dalam menari boleh dengan sindenan (menyanyi) atau tidak. b. Beksan Wireng : berasal dari kata Wira (perwira) dan ‘Aeng’ yaitu prajurit yang unggul, yang ‘aeng’, yang ‘linuwih’. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang. Ciri-ciri tarian ini : — Ditarikan oleh dua orang putra/i — Bentuk tariannya sama — Tidak mengambil suatu cerita — Tidak menggunakan ontowacono (dialog) — Bentuk pakaiannya sama — Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng — Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian diteruskan gendhing ketawang — Tidak ada yang kalah/menang atau mati. c. Tari Pethilan : hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan / bagian dari ceritera pewayangan. Ciri-cirinya : — Tari boleh sama, boleh tidak — Menggunakan ontowacono (dialog) — Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar — Ada yang kalah/menang atau mati — Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran — Memetik dari suatu cerita lakon. Contoh dari Pethilan : — Bambangan Cakil — Hanila — Prahasta, dll. d. Tari Golek : Tari ini berasal dari Yogyakarta. Pertama dipentaskan di Surakarta pada upacara perkawinan KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910. Selanjutnya mengalami persesuaian dengan gaya Surakarta. Tari ini menggambarkan cara-cara berhias diri seorang gadis yang baru menginjak masa akhil baliq, agar lebih cantik dan menarik. Macam-macamnya : — Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang — Golek Montro iringan Gendhing Montro — Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll. e. Tari Bondan : Tari ini dibagi menjadi : — Bondan Cindogo — Bondan Mardisiwi — Bondan Pegunungan/Tani. Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo. Ciri pakaiannya : — Memakai kain Wiron — Memakai Jamang — Memakai baju kotang — Menggendong boneka, memanggul payung — Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang. Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya : — mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping dan membawa alat pertanian. — Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok. Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi. f. Tari Topeng : Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala. 2. Tari Tradisional Selain tari-tari klasik, di Jawa Tengah terdapat pula tari-tari tradisional yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah tertentu. Kesenian tradisional tersebut tak kalah menariknya karena mempunyai keunikan-keunikan tersendiri. Beberapa contoh kesenian tradisional : a. Tari Dolalak, di Purworejo. Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai pakaian prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari kentrung, rebana, kendang, kencer, dllnya. Menurut cerita, kesenian ini timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas ke daerah lain. b. Patolan (Prisenan), di Rembang. Sejenis olahraga gulat rakyat yang dimainkan oleh dua orang pegulat dipimpin oleh dua orang Gelandang (wasit) dari masing-masing pihak. Pertunjukan ini diadakan sebagai olah raga dan sekaligus hiburan di waktu senggang pada sore dan malam hari terutama di kala terang bulan purnama. Lokasinya berada di tempat-tempat yang berpasir di tepi pantai. Seni gulat rakyat ini berkembang di kalangan pelajar terutama di pantai antara kecamatan Pandagan, Kragan, Bulu sampai ke Tuban, Jawa Timur. c. Blora. Daerah ini terkenal dengan atraksi kesenian Kuda Kepang, Barongan dan Wayang Krucil(sejenis wayang kulit terbuat dari kayu). d. Pekalongan Di daerah Pekalongan terdapat kesenian Kuntulan dan Sintren. Kuntulan adalah kesenian bela diri yang dilukiskan dalam tarian dengan iringan bunyi-bunyian seperti bedug, terbang, dllnya. Sedangkan Sintren adalah sebuah tari khas yang magis animistis yang terdapat selain di Pekalongan juga di Batang dan Tegal. Kesenian ini menampilkan seorang gadis yang menari dalam keadaan tidak sadarkan diri, sebelum tarian dimulai gadis menari tersebut dengan tangan terikat dimasukkan ke dalam tempat tertutup bersama peralatan bersolek, kemudian selang beberapa lama ia telah selesai berdandan dan siap untuk menari. Atraksi ini dapat disaksikan pada waktu malam bulan purnama setelah panen. e. Obeg dan Begalan. Kesenian ini berkembang di Cilacap. Pemain Obeg ini terdiri dari beberapa orang wanita atau pria dengan menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu (kepang), serta diiringi dengan bunyi-bunyian tertentu. Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang pawang (dukun) yang dapat membuat pemain dalam keadaan tidak sadar. Begalan adalah salah satu acara dalam rangkaian upacara perkawinan adat Banyumas. Kesenian ini hidup di daerah Bangumas pada umumnya juga terdapat di Cilacap, Purbalingga maupun di daerah di luar Kabupaten Banyumas. Yang bersifat khas Banyumas antara lain Calung, Begalan dan Dalang Jemblung. f. Calung dari Banyumas Calung adalah suatu bentuk kesenian rakyat dengan menggunakan bunyi- bunyian semacam gambang yang terbuat dari bambu, lagu-lagu yang dibawakan merupakan gending Jawa khas Banyumas. Juga dapat untuk mengiringi tarian yang diperagakan oleh beberapa penari wanita. Sedangkan untuk Begalan biasanya diselenggarakan oleh keluarga yang baru pertama kalinya mengawinkan anaknya. Yang mengadakan upacara ini adalah dari pihak orang tua mempelai wanita. g. Kuda Lumping (Jaran Kepang) dari Temanggung Kesenian ini diperagakan secara massal, sering dipentaskan untuk menyambut tamu -tamu resmi atau biasanya diadakan pada waktu upacara h. Lengger dari Wonosobo Kesenian khas Wonosobo ini dimainkan oleh dua orang laki-laki yang masing-masing berperan sebagai seorang pria dan seorang wanita. Diiringi dengan bunyi-bunyian yang antara lain berupa Angklung bernada Jawa. Tarian ini mengisahkan ceritera Dewi Chandrakirana yang sedang mencari suaminya yang pergi tanpa pamit. Dalam pencariannya itu ia diganggu oleh raksasa yang digambarkan memakai topeng. Pada puncak tarian penari mencapai keadaan tidak sadar. i. Jatilan dari Magelang Pertunjukan ini biasanya dimainkan oleh delapan orang yang dipimpin oleh seorang pawang yang diiringi dengan bunyi-bunyian berupa bende, kenong dll. Dan pada puncaknya pemain dapat mencapai tak sadar. j. Tarian Jlantur dari Boyolali Sebuah tarian yang dimainkan oleh 40 orang pria dengan memakai ikat kepala gaya turki. Tariannya dilakukan dengan menaiki kuda kepang dengan senjata tombak dan pedang. Tarian ini menggambarkan prajurit yang akan berangkat ke medan perang, dahulu merupakan tarian penyalur semangat kepahlawanan dari keturunan prajurit Diponegoro. k. Ketek Ogleng dari Wonogiri Kesenian yang diangkat dari ceritera Panji, mengisahkan cinta kasih klasik pada jaman kerajaan Kediri. Ceritera ini kemudian diubah menurut selera rakyat setempat menjadi kesenian pertunjukan Ketek Ogleng yang mengisahkan percintaan antara Endang Roro Tompe dengan Ketek Ogleng. Penampilannya dititik beratkan pada suguhan tarian akrobatis gaya kera (Ketek Ogleng) yang dimainkan oleh seorang dengan berpakaian kera seperti wayang orang. Tarian akrobatis ini di antara lain dipertunjukan di atas seutas tali. 3. Tari Garapan Baru (Kreasi Baru) Meskipun namanya ‘baru’ tetapi semua tari yang termasuk jenis ini tidak meninggalkan unsur-unsur yang ada dari jenis tari klasik maupun tradisional. Sebagai contoh : a. Tari Prawiroguno Tari ini menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan senjata berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk melindungi diri. b. Tari Tepak-Tepak Putri Tari yang menggambarkan kelincahan gerak remaja-remaja putri sedang bersuka ria memainkan rebana, dengan iringan pujian atau syair yang bernafas Islam.

MAKANAN KHAS BREBES

Membuat Telor Asin

 

Bahan :
10 Butir Telor Bebek
10 Sdm Garam Dapur
1000 ml Air
Cara Membuat :
1. Bersihkan telor bebek dengan di gosok / disikat hingga bersih pilih telor yang betul-betul bagus.
2. Siapkan Wadah Tupperware untuk menyimpan / memeram telor bebek ( Dengan menggunakan SIngle Deco ).
3. Tuangkan air kedalam wadah Single Deci lalu masukan garam dan aduk rata, sehingga menjadi larutan air garam.
4. Masukan telor bebek yang sudah bersih kedalam larutan tersebut.
5. Tutup rapat wadah, lalu simpan ditempat yang kering.
6. Untuk telor dengan kadar keasinan rendah disimpan 1 minggu saja, untuk keasingan sedang disimpan selama 2 minggu dan bila ingin sampai “Masir” ( kuning telor sampai keluar minyaknya ) disimpan sampai 3 minggu Selanjutnya telor bisa direbus atau di bikin masakan lain
Selamat Mencoba …. !!
Tips :
1. Cara memilih telor yang baik, letakan telor didalam air bila tenggelam berarti bagus.
2. Dengan menggunakan Tupperware membuat telor asin tanpa abu gosok / bubuk batubata dan lebih gampang dan hasilnya … lembut dan lebih uuueeeenakk….

CINDERAMATA BREBES

B A T I K T U L I S S A L E M
hex3
Salah satu pernik-pernik kekayaan Indonesia yang multi etnis adalah kekayaan hasil karya adiluhung yang bak mozaik sepanjang bumi Nusantara menghampar dari sabang hingga Merauke. Masing-masing memiliki kekhasan bernuansa etnik yang beragam dan tersebar menghiasi bak buliran zamrud berkilau warna-warni sepanjang equator. Sebuah karya adiluhung anak bangsa tempo doeloe yang diwariskan pada generasi sekarang, salah satunya adalah BATIK yang bukan sekedar sebagai hasil kreasi cipta tangan-tangan trampil bernuansa metaphor cita rasa seni maupun symbol-simbol budaya tapi sudah bergeser sebagai jati diri maupun identitas bangsa secara menyeluruh bukan cuma sebagai ikon dimana hasil karya Batik ini lahir, disempurnakan secara teknis maupun non teknis dan diteruskan turun temurun sampai keanak cucu.
Ingat Batik asumsi orang adalah Solo, Yogya dan Pekalongan yang merupakan centranya dan lekat dibenak orang banyak. Namun bila ditelusur lebih jauh karya Batik terdapat juga bukan hanya diketiga tempat mapan tersebut yang nota bene sudah kondang identik dengan brand-nya Batik.
Satu lagi tempat penghasil karya Batik yang luput dari pengetahuan masyarakat luas yaitu Salem dengan BATIK TULISNYA.
Salem merupakan sebuah kota Kecamatan dipedalaman Kabupaten Brebes. Secara geografis Salem bukanlah daerah strategis dan lalu lintas ramai sehingga kurang dikenal masyarakat secara luas. Salem hanyalah mata rantai ibu kota Kabupaten secara administrative dan kurang diperhitungkan ditengah arus perkembangan pesat daerah-daerah lainnya.
Bermula dari sepasang suami istri seniman Batik, bapak Soetarso dan ibu Sartoemi, pada tahun 1943 mulai merintis pembuatan Batik Tulis secara kecil-kecilan dan amat terbatas. Tapi berkat dedikasi dan konsistensi suami istri Batik Tulis Salem masih bertahan hingga sekarang ini, dilanjutkan oleh salah seorang cucunya, ibu Hj. Suratmi.
Batik Tulis Salem pertama pembikinannya bercorak Glathik Emas dan Soga Berlian. Tapi dalam perkembangannya makin variatif dengan motif KANGKUNGnya yang sekarang mulai dikenal dan diminati masyarakat luas bahkan hingga manca negara. Sudah beberapa kali Batik Tulis Salem turut berpartisipasi dalam ajang exibisi tingkat Nasional dan mendapatkan sambutan masyarakat luas baik dalam maupun negri dan beberapa waktu lalu khusus diundang dalam ajang pameran bergengsi di Jakarta mewakili JaTeng.
Melihat kenyataan dan perkembangan ini masyarakat luas mengenal lagi centra Batik baru yang sebenarnya sudah lama ada tersimpan dalam gudang khasanah perBatikan Nusantara dengan citarasa spesifik local tapi bisa diapresiasi masyarakat lebih luas lagi bukan hanya masyarakat setempat yang menghasilkan karya tersebut. Bahkan Batik sekarang sudah menjadi identitas Nasional.
Salem, sebuah ibu kota Kecamatan terpencil yang kurang dikenal dengan Batik Tulisnya kini berani memunculkan dirinya untuk tampil sejajar dengan daerah-daerah lainnya yang sudah terlebih dulu melenggang maju ketengah arena gelanggang baik ditingkat regional maupun internasional.

SENJATA TRADISONAL JATENG

Apa Itu Keris?
Sebelum membahas masalah keris dan budayanya, sebaiknya ditentukan dahulu batasan-batasan mengenai apa yang disebut keris. Hal ini perlu karena dalam masyarakat sering dijumpai pengertian yang keliru dan kerancuan mengenai apa yang disebut keris.Saya berpendapat, sebuah benda dapat digolongkan sebagai keris bilamana benda itu memenuhi kriteria berikut:
1. Keris harus terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian bilah keris (termasuk pesi) dan bagian ganja. Bagian bilah dan pesi melambangkan ujud lingga, sedangkan bagian ganja melambangkan ujud yoni. Dalam falsafah Jawa, yang bisa dikatakan sama dengan falsafah Hindu, persatuan antara lingga dan yoni merupakan perlambang akan harapan atas kesuburan, keabadian (kelestarian), dan kekuatan.
2. Bilah keris harus selalu membuat sudut tertentu terhadap ganja. Bukan tegak lurus. Kedudukan bilah keris yang miring atau condong, ini adalah perlambang dari sifat orang Jawa, dan juga suku bangsa Indonesia lainnya, bahwa seseorang, apa pun pangkat dan kedudukannya, harus senantiasa tunduk dan hormat bukan saja pada Sang Pencipta, juga pada sesamanya. Ilmu padi, kata pepatah, makin berilmu seseorang, makin tunduklah orang itu.
3. Ukuran panjang bilah keris yang lazim adalah antara 33 – 38 cm. Beberapa keris luar Jawa bisa mencapai 58 cm, bahkan keris buatan Filipina Selatan, panjangnya ada yang mencapai 64 cm. Yang terpendek adalah keris Buda dan keris buatan Nyi Sombro Pajajaran, yakni hanya sekitar 16 – 18 cm saja.
Tetapi keris yang dibuat orang amat kecil dan pendek, misalnya hanya 12 cm, atau bahkan ada yang lebih kecil dari ukuran fullpen, tidak dapat digolongkan sebagai keris, melainkan semacam jimat berbentuk keris-kerisan.
4. Keris yang baik harus dibuat dan ditempa dari tiga macam logam,- minimal dua, yakni besi, baja dan bahan pamor. Pada keris-keris tua, semisal keris Buda, tidak menggunakan baja.
Dengan demikian, keris yang dibuat dari kuningan, seng, dan bahan logam lainnya, tidak dapat digolongkan sebagai keris. Begitu juga “keris” yang dibuat bukan dengan cara ditempa, melainkan dicor, atau yang dibuat dari guntingan drum bekas aspal tergolong bukan keris, melainkan hanya keris-kerisan.
Meskipun masih ada beberapa kriteria lain untuk bisa mengatakan sebuah benda adalah keris, empat ketentuan di atas itulah yang terpenting.
Keris Budaya Nusantara
Thailand, Filipina, Kamboja, dan Brunei Darussalam. Jadi, boleh dikatakan budaya keris dapat dijumpai di semua daerah bekas wilayah kekuasan dan wilayah yang dipengaruhi Kerajaan Majapahit. Itulah sebabnya beberapa ahli budaya menyebutkan, keris adalah budaya Nusantara.
Keris tertua dibuat di Pulau Jawa, diduga sekitar abad ke-6 atau ke-7. Di kalangan penggemarnya, keris buatan masa itu disebut keris Buda. Sesuai dengan kedudukannya sebagai sebuah karya awal sebuah budaya, bentuknya masih sederhana. Tetapi bahan besinya menurut ukuran zamannya, tergolong pilihan, dan cara pembuatannya diperkirakan tidak jauh berbeda dengan cara pembuatan keris yang kita kenal sekarang. Keris Buda hampir tidak berpamor. Seandainya ada pamor pada bilah keris itu, maka pamor itu selalu tergolong pamor tiban, yaitu pamor yang bentuk gambarannya tidak direncanakan oleh Sang Empu.
Sesuai dengan perkembangan budaya masyarakatnya, bentuk bilah keris juga mengikuti kemajuan zaman. Bentuk bilah yang semula relatif gemuk, pendek, dan tebal, secara berangsur menjadi menjadi lebih tipis, lebih langsing, lebih panjang, dan dengan sendirinya makin lama makin menjadi lebih indah.
Ricikan atau komponen keris yang semula hanya berupa gandik, pejetan, dan sogokan, dari zaman ke zaman bertambah menjadi aneka macam. Misalnya, kembang kacang, lambe gajah, jalen, jalu memet, lis-lisan, ada-ada, janur, greneng, tingil, pundak sategal, dan sebagainya.
Meskipun dari segi bentuk dan pemilihan bahan baku, keris selalui mengalami perkembangan, pola pokok cara pembuatannya hampir tidak pernah berubah. Pada dasarnya, pola pokok proses pembuatan keris: membersihkan logam bahan besi yang akan digunakan, mempersatukan besi dan pamor, dan kemudian memberinya bentuk sehingga disebut keris.
Pada zaman sekarang pembuatan keris masih tetap dilakukan secara tradisional di daerah Yogyakarta, Surakarta, Madura, Luwu (Sulawesi Tenggara), Taman Mini Indonesia Indah (Jakarta), Kelantan (Malaysia), dan Bandar Sri Begawan (Brunai Darussalam). Pembuatan keris masa kini masih tetap menggunakan kaidah-kaidah lama. Beberapa di antar para empu dan pandai keris itu bahkan masih tetap membaca mantera dan doa, serta melakukan puasa selama masa pembuatan kerisnya.
Karena budaya keris ini tersebar luas di seluruh Nusantara, Benda ini mempunyai banyak nama padanan. Di pulau Bali keris disebut kedutan. Di Sulawesi, selain menyebut keris, orang juga menamakannya selle atau tappi. Di Filipina, keris dinamakan sundang. Di beberapa daerah benda itu disebut kerih, karieh, atau kres. Demikian pula bagian-bagian kelengkapan keris juga banyak mempunyai padanan. Walaupun demikian bentuk keris buatan daerah mana pun masih tetap memiliki bentuk yang serupa. Dan, juga bentuk bagian-bagiannya pun tidak jauh berbeda.
Bukan Alat Pembunuh
Walaupun oleh sebagian peneliti dan penulis bangsa Barat keris digolongkan sebagai jenis senjata tikam, sebenarnya keris dibuat bukan semata-mata untuk membunuh. Keris lebih bersifat sebagai senjata dalam pengertian simbolik, senjata dalam artian spiritual. Untuk ‘sipat kandel,’ kata orang Jawa. Karenanya oleh sebagian orang keris juga dianggap memiliki kekuatan gaib.

Kamis, 11 November 2010

Kerajinan tangan kuningan asli jawa tengah

jarak sentra kerajinan dari Kota Boyolali sekitar 12 km atau ± 40 km dari Kota Solo. Infrastruktur jalan menuju sentra sudah bagus, khususnya jalan antara Solo ke Boyolali. Dari Pusat kota Boyolali menuju ke sentra, anda akan melewati medan jalan yang umumnya menanjak, hal ini dikarenakan letaknya di lereng gunung Merbabu. Sebenarnya selain desa Cepogo, terdapat satu desa lagi disebelahnya, yang termasuk sentra Kerajinan Kuningan yaitu desa Tumang. Di kedua desa inilah terpusatnya sentra Kerajinan Handicraft atau disebut juga Hammered Handicraft tersebut, khususnya untuk produk cenderamata, dan interior ornament . Sebenarnya, sentra Kerajinan Tembaga (Hammered Handicraft) ini sudah ada sejak jaman raja-raja Mataram, untuk mensuplai kebutuhan barang-barang tembaga dari keraton maupun rakyat di luar kraton, jadi umumnya hanya untuk barang kebutuhan sehari-hari (ex alat-alat dapur ). Hasil produksi berupa interior ornamen maupun hiasan yang lainnya, baru dimulai sekitar akhir tahun 70 an oleh seorang pengrajin bernama Supri Haryanto. Dengan semakin majunya usaha Kerajinan Logam tersebut, dan semakin bertambahnya tahun maka, sentra industri Kerajinan Tembaga ini semakin berkembang. Apalagi dengan mulai munculnya keinginan beberapa pegawai dari Supri Haryanto untuk mandiri mendirikan usaha, juga dari pengrajin lainnya yang mulai mengikutinya. Karena keinginan konsumen yang terus berkembang, khusunya dalam variasi produk, maka para pengrajin Kerajinan Logam mulai mengadakan inovasi baru untuk mengkombinasikan tembaga dengan logam lain seperti kuningan, dalam membuat produknya. Bahkan pengrajin Supri Haryanto, mulai mengadakan ujicoba baru dengan logam alumunium untuk dikombinasikan dengan tembaga. Kita patut angkat topi untuk para pengrajin, atas kreatifitas mereka. Pada umumnya produk hasil Kerajinan Handicraft khususnya ornamen interor dibeli oleh hotel untuk mempercantik interior mereka, adapula yang dibeli oleh perorangan, dan diekspor ke luar negeri. Sebagian Kerajinan Kuningan diekspor melalui konsultan luar negeri yang berkantor di Indonesia. Ini dimasksudkan agar transaksi lebih aman dari resiko klaim palsu, walaupun pemasukan lebih besar bila tanpa melewati konsultan.

Rabu, 20 Oktober 2010

Jakarta

Jakarta city

Jakarta (English pronunciation: /dʒəˈkɑrtə/;[3] Indonesian: /dʒakarta/), officially the Special Capital Territory of Jakarta, is the capital and largest city of Indonesia. Located on the northwest coast of Java, it has an area of 661 square kilometres (255 sq mi) and a 2010 census count population of 9,580,000.[2] Jakarta is the country's economic, cultural and political centre. It is the most populous city in Indonesia and in Southeast Asia, and is the twelfth-largest city in the world. The metropolitan area, Jabodetabek, is the second largest in the world. Jakarta is listed as a global city in the 2008 Globalization and World Cities Study Group and Network (GaWC) research.[4] The city's name is derived from the Old Javanese word "Jayakarta" which translates as "victorious deed", "complete act", or "complete victory".
Established in the fourth century, the city became an important trading port for the Kingdom of Sunda. It grew as the capital of the colonial Dutch East Indies. It was made capital of Indonesia when the country became independent after World War II. It was formerly known as Sunda Kelapa (397–1527), Jayakarta (1527–1619), Batavia (1619–1942), and Djakarta (1942–1972).
Landmarks include the National Monument and Istiqlal Mosque. The city is the seat of the ASEAN Secretariat. Jakarta is served by the Soekarno-Hatta International Airport, Halim Perdanakusuma International Airport, and Tanjung Priok Harbour; it is connected by several intercity and commuter railways, and served by several bus lines running on reserved busways.

Rabu, 22 September 2010